Pada pertemuan sebelumya telah dijelaskan bahwa berdoa itu harus ikhlas tertuju hanya kepada Allah saja. Tidak boleh kepada selain-Nya.
Namun ternyata realita berbicara, bahwa masih banyak orang yang tergiur untuk berdoa meminta kepada selain Allah. Mengapa? Salah satu pemicunya adalah karena tidak sedikit di antara mereka termakan berbagai dongeng kosong.
Tersebar kisah, bahwa si fulan berdoa meminta di kuburan anu, atau meminta kepada patung anu, ternyata permintaannya terkabul. Berarti berdoa di sana benar-benar telah teruji mustajab. Cerita ini lalu tersebarluas di masyarakat. Sehingga keesokan harinya, berbondong-bondonglah manusia menuju ke tempat tersebut, dengan harapan bisa ikut merasakan hal serupa.
Untuk meluruskan fenomena ini, para ulama kita telah menyampaikan hal-hal berikut ini:
Pertama: Ajaran Islam telah sempurna
Salah satu karunia terbesar Allah kepada umat ini, bahwa agama mereka telah sempurna. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً”
Artinya: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, serta Aku ridhai Islam sebagai agamamu”. QS. Al-Maidah (5): 3.
Karena sudah sempurna, maka tidak perlu lagi tambahan. Landasan beribadah dalam agama kita adalah dalil al-Qur’an, Sunnah serta Ijma’. Adapun dongeng maka itu bukanlah landasan kuat dalam beramal.
Kedua: Banyak dari cerita tersebut ternyata fiktif
Realita membuktikan, bahwa ternyata tidak sedikit di antara cerita-cerita yang beredar di masyarakat itu bila ditelusuri lebih lanjut, ternyata fiktif. Alias dongeng kosong yang tidak pernah terjadi. Atau bisa jadi aslinya benar, namun sudah dibumbui berbagai macam tambahan, sehingga tidak lagi sesuai dengan aslinya.
Alhamdulillah, agama kita sangat memperhatikan dan menghargai kebenaran suatu berita. Tidak setiap berita bisa kita terima. Allah ta’ala mengingatkan,
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ“.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti. Agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” QS. Al Hujurat (49): 6.
Ketiga: Terjadinya sesuatu, bukan dalil bahwa sesuatu itu boleh
Satu hal yang sering luput dari perhatian banyak orang adalah, bahwa terjadinya sesuatu itu bukan dalil bahwa sesuatu itu boleh dikerjakan. Sekedar si fulan berdoa kepada selain Allah dan ternyata permintaannya terkabul, tidak bisa dijadikan sebagai dalih bahwa perbuatan dia itu benar. Lalu boleh diikuti dan ditiru.
Bukankah banyak orang yang berusaha menyihir temannya, lalu ‘sukses’ dalam upaya sihir dia itu? Sehingga temannya tersihir. Nah, apakah bisa kita katakan bahwa sihir itu boleh, dengan alasan “Buktinya sihir itu manjur”?!. Tentu saja tidak bisa! Jadi, terkabulnya doa orang yang meminta kepada berhala, bukanlah dalil bahwa meminta kepada berhala itu benar! Allah takdirkan itu, bisa jadi sebagai bentuk istidraj (‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung) untuk mereka.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 26 Muharram 1439 / 16 Oktober 2017